Kamis, 24 Mei 2012

Minyak Bio Diesel

Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil/alkil asam-asam lemak (biasanya ester metil) yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans atau esterifikasi. stilah biodiesel identik dengan bahan bakar murni. Campuran biodiesel (BXX) adalah biodiesel sebanyak XX`% yang telah dicampur dengan solar sejumlah 1-XX %

Latar Belakang Kebutuhan Biodiesel di Indonesia:

Bahan bakar mesin diesel yang berupa ester metil/etil asam-asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis/etanolisis. Produk-ikutan: gliserin. Atau dari asam lemak (bebas) dengan proses esterifi-kasi dgn metanol/etanol. Produk-ikutan : air Kompatibel dengan solar, berdaya lumas lebih baik. Berkadar belerang hampir nihil,umumnya < 15 ppm. BXX = camp. XX %-vol biodiesel dengan (100 – XX) %-vol solar. Contoh: B5, B20, B100. Sudah efektif memperbaiki kualitas emisi kendaraan diesel pada level B2 !.

Keuntungan Pemakaian Biodiesel

1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin
2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin
4.  Dapat diproduksi secara lokal
5.  Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
6.  Menurunkan tingkat opasiti asap
7.  Menurunkan emisi gas buang
8.  Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %

Bahan Baku Biodiesel

Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumberdaya utama yang banyak terdapat di suatu tempat/negara. Indonesia mempunyai banyak sumber daya untuk bahan baku biodiesel.
Beberapa sumber minyak nabati yang potensial sebagai bahan baku Biodiesel. 
Nama Lokal
Nama Latin
Sumber Minyak
Isi
% Berat Kering
P / NP
Jarak Pagar
Jatropha Curcas
Inti biji
40-60
NP
Jarak Kaliki
Riccinus Communis
Biji
45-50
NP
Kacang Suuk
Arachis Hypogea
Biji
35-55
P
Kapok / Randu
Ceiba Pantandra
Biji
24-40
NP
Karet
Hevea Brasiliensis
Biji
40-50
P
Kecipir
Psophocarpus Tetrag
Biji
15-20
P
Kelapa
Cocos Nucifera
Inti biji
60-70
P
Kelor
Moringa Oleifera
Biji
30-49
P
Kemiri
Aleurites Moluccana
Inti biji
57-69
NP
Kusambi
Sleichera Trijuga
Sabut
55-70
NP
Nimba
Azadiruchta Indica
Inti biji
40-50
NP
Saga Utan
Adenanthera Pavonina
Inti biji
14-28
P
Sawit
Elais Suincencis
Sabut dan biji
45-70 + 46-54
P
Nyamplung
Callophyllum Lanceatum
Inti biji
40-73
P
Randu Alas
Bombax Malabaricum
Biji
18-26
NP
Sirsak
Annona Muricata
Inti biji
20-30
NP
Srikaya
Annona Squosa
Biji
15-20
NP

Kamis, 17 Mei 2012

membuat minyak goreng kelapa sawit



Proses Pembuatan Minyak Goreng dari kelapa Sawit

Pabrik Pengolahan Minyak Goreng (PPMG) ini adalah pabrik yang memproduksi minyak goreng dari bahan baku CPO (Crude Palm Oil / minyak sawit mentah). CPO yang diperoleh dari hasil proses pressing dan ekstraksi di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) masih mengandung komponen-komponen yang tidak diinginkan yaitu asam lemak bebas (FFA = Free Fatty Acid), resin, gum, protein, fosfatida, pigmen warna dan bau. Agar dapat dipergunakan sebagai bahan makanan, maka CPO tersebut harus diproses lagi di Pabrik Pengolahan Minyak Goreng. Secara garis besar proses pada Pabrik Pengolahan Minyak Goreng terdiri dari proses refining (pemurnian) dan fractionation (fraksionasi). Proses pemurnian terdiri dari proses degumming, proses netralisasi, proses bleaching dan proses deodorisasi. Minyak yang diperoleh dari proses refining terdiri dari  olein (minyak goreng) dan stearin, dalam proses fraksionasi stearin dipisahkan dari olein. Untuk memperjelas alur proses pengolahan minyak goreng dapat dilihat pada diagram blok Pengolahan CPO menjadi Minyak Goreng sebagai berikut :


1.Proses  Degumming
Proses degumming bertujuan untuk menghilangkan zat-zat yang terlarut atau zat-zat yang bersifat koloidal, seperti resin, gum, protein dan fosfatida dalam minyak mentah. Pada prinsipnya proses degumming ini adalah proses pembentukan dan pengikatan flok-flok dari zat-zat terlarut dan zat-zat yang bersifat koloidal dalam minyak mentah, sehingga flok-flok yang terbentuk cukup besar untuk bisa dipisahkan dari minyak.  Proses degumming yang paling banyak digunakan dewasa ini adalah proses degumming dengan menggunakan asam. Pengaruh yang ditimbulkan oleh asam tersebut adalah menggumpalkan dan mengendapkan zat-zat seperti protein, fosfatida, gum dan resin yang terdapat dalam minyak mentah. 

2 Proses Netralisasi 
Proses netralisasi atau deasidifikasi pada pemurnian minyak mentah bertujuan untuk menghilangkan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak mentah. Asam lemak bebas (FFA) dapat menimbulkan bau yang tengik.  Proses netralisasi yang paling sering digunakan dalam industri kimia adalah proses netralisasi dengan soda kostik, dengan prinsip reaksi penyabunan antara asam lemak bebas dengan larutan soda kostik, yang reaksi penyabunannya sebagai berikut :

R----COOH   +   NaOH R-COONa    +   H2O
Kondisi reaksi yang optimum pada tekanan atmosfir adalah pada suhu 70  oC, dimana reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan  yang akan bergeser ke sebelah kanan. Soda kostik yang direaksikan biasanya berlebihan, sekitar 5  % dari kebutuhan stokiometris. Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan.  Soda kostik disamping berfungsi sebagai penetralisir asam lemak bebas, juga memiliki sifat penghilang warna (decoulorization).



3 Proses Bleaching
Proses bleaching (pemucatan) dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan zat-zat warna (pigmen) dalam minyak mentah, baik yang terlarut ataupun yang terdispersi.
Warna minyak mentah dapat berasal dari warna bawaan minyak ataupun warna yang timbul pada proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng. Pigmen yang biasa terdapat di dalam suatu minyak mentah ialah carotenoid yang berwarna merah atau kuning, chlorophillida dan phaephytin yang  berwarna hijau. Proses bleaching yang   digunakan adalah proses bleaching dengan absorbsi. Proses ini menggunakan zat penyerap (absorben) yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi untuk menyerap zat warna yang terdapat dalam minyak mentah. Disamping menyerap zat warna, absorben juga dapat menyerap zat yang memiliki sifat koloidal lainnya seperti gum dan resin. Absorben yang paling banyak digunakan dalam proses bleaching minyak dan lemak adalah tanah pemucat (bleaching erath) dan arang (carbon). Arang sangat efektif dalam penghilangan pigmen warna merah, hijau dan biru, tetapi karena harganya terlalu mahal maka dalam pemakaiannya biasanya dicampur dengan tanah pemucat dengan jumlah yang disesuaikan terhadap jenis minyak mentah yang akan dipucatkan.





4. Proses Deodorisasi
 Proses deodorisasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki dalam minyak untuk makanan. Senyawa-senyawa yang menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak tersebut biasanya berupa senyawa karbohidrat tak jenuh, asam lemak bebas dengan berat molekul rendah, senyawa-senyawa aldehid dan keton serta senyawa-senyawa yang mempunyai volatilitas tinggi lainnya. Kadar senyawa-senyawa tersebut di atas, walaupun cukup kecil telah cukup untuk memberikan rasa dan bau yang tidak enak, kadarnya antara 0,001 – 0,1 %. Proses deodorisasi yang banyak dilakukan adalah cara distilasi uap yang didasarkan pada perbedaan harga volatilitas gliserida dengan senyawa-senyawa yang menimbulkan rasa dan bau tersebut, dimana senyawa-senyawa tersebut lebih mudah menguap dari pada gliserida. Uap yang digunakan adalah  superheated steam (uap kering), yang mudah dipisahkan secara kondensasi. Proses deodorisasi sangat dipengaruhi oleh faktor tekanan, temperatur dan waktu, yang kesemuanya harus disesuaikan dengan jenis minyak mentah yang diolah dan sistim proses yang digunakan. Temperatur operasi dijaga agar tidak sampai menyebabkan turut terdistilasinya gliserida. Tekanan diusahakan serendah mungkin agar minyak terlindung dari oksidasi oleh udara dan mengurangi jumlah pemakaian uap. Pada sistem batch ini, tekanan operasi sekitar 3 torr dan temperatur 240 oC.



5.Proses  Fraksionasi
Proses fraksionasi terdiri atas kristalisasi suatu fraksi yang menjadi padat pada temperatur tertentu dan disusul dengan pemisahan kedua fraksi itu. Fraksi yang menjadi kristal adalah stearin dan yang tetap cair adalah olein.Beberapa proses fraksionasi yang sering digunakan yaitu :
· Fraksionasi kering (fraksionasi tanpa pelarut).
· Fraksionasi basah (fraksionasi dengan pelarut).
·Fraksionasi dengan menggunakan larutan deterj

en sodium lauryl sulphat.Proses fraksionasi kering didasarkan pada pendinginan minyak dengan kondisi yang terkendali tanpa penambahan bahan kimia apapun. Ada tiga operasi yang terlibat yaitu seeding, kristalisasi, dan filtrasi. Mula-mula minyak dipanasi sampai 70 oC untuk memperoleh cairan homogen dan kemudian didinginkan  dengan air pendingin sampai temperatur  40 oC, selanjutnya didinginkan samapi temperatur 20 oC dan dipertahankan  sampai proses kristalisasi dianggap selesai. 
Fungsi pengadukan ini adalah agar pendinginan di dalam tangki lebih homogen sehingga pemisahan olein dan stearin lebih mudah.
Temperatur pengkristalan ini tergantung pada kualitas minyak:

 Kualitas consumer kristal lemak terbentuk pada temperatur 28°C.
Pada proses filtrasi RBDPO kristal yang sudah terbentuk dalam tangki kristalisasi
ditransfer ke filter press untuk pemisahan olein dan stearin. Olein hasil dari filtrasi
ditransfer ke SS tank dan MS tank. SS tank untuk kualitas olein dianalisa jika sesuai
dengan spesifikasi langsung masuk ke storage tank olein (kualitas bottling), sedangkan
MS tank digunakan untuk kualitas olein yang RBD oleinnya difilter spray dan hasilnya
langsung dialirkan ke storage tank olein (kualitas drumming, tinning dan industri).
Sebelum ditansfer ke intermediate tank, untuk kualitas bottling dan tinning
ditambahkan antioksidan hal ini untuk mempertahankan kualitas minyak. Sedangkan
untuk kualitas drumming dan ndustri tidak ditambahkan antioksidan. Hal ini disebabkan
minyak dengan kualitas drumming dan industri segera digunakan/dikonsumsi.

Jumat, 11 Mei 2012

Standart Teknik



LAPORAN INSPEKSI
SPESIALISASI PERAWATAN DAN PERBAIKAN
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
D
I
S
U
S
U
N
oleh
Benny Valdo.Sarumpaet
NIM. 0905012121
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
 



STANDAR-STANDAR TEKNIK






A.Pengertian Standar Teknik
Standard Teknik adalah serangkaian eksplisit persyaratan yang harus dipenuhi oleh bahan, produk, atau layanan. Jika bahan, produk atau jasa gagal memenuhi satu atau lebih dari spesifikasi yang berlaku, mungkin akan disebut sebagai berada di luar spesifikasi. Sebuah standard teknik dapat dikembangkan secara pribadi, misalnya oleh suatu perusahaan, badan pengawas, militer, dll: ini biasanya di bawah payung suatu sistem manajemen mutu .Mereka juga dapat dikembangkan dengan standar organisasi yang sering memiliki lebih beragam input dan biasanya mengembangkan sukarela standar : ini bisa menjadi wajib jika diadopsi oleh suatu pemerintahan,kontrakbisnis,dll.Istilah standard teknik yang digunakan sehubungan dengan lembar data (atau lembar spec). Sebuah lembar data biasanya digunakan untuk komunikasi teknis untuk menggambarkan karakteristik teknis dari suatu item atau produk. Hal ini dapat diterbitkan oleh produsen untuk membantu orang memilih produk atau untuk membantu menggunakan produk.
B.Penggunaan StandardTeknik
            Dalam rekayasa, manufaktur, dan bisnis, sangat penting bagi pemasok, pembeli, dan pengguna bahan, produk, atau layanan untuk memahami dan menyetujui semua persyaratan. Standard teknik adalah jenis sebuah standar yang sering dirujuk oleh suatu kontrak atau dokumen pengadaan. Ini menyediakan rincian yang diperlukan tentang persyaratan khusus. Standard teknik dapat ditulis oleh instansi pemerintah, organisasi standar (ASTM, ISO, CEN, dll),asosiasi perdagangan,perusahaan,dan lain-lain.Sebuah standard teknik produk tidak harus membuktikan suatu produk benar. Item mungkin diverifikasi untuk mematuhi standard teknik atau dicap dengan nomor standard teknik: ini tidak, dengan sendirinya, menunjukkan bahwa item tersebut adalah cocok untuk penggunaan tertentu. Orang-orang yang menggunakan item (insinyur, serikat buruh, dll) atau menetapkan (item bangunan kode, pemerintah, industri, dll) memiliki tanggung jawab untuk mempertimbangkan pilihan standard teknik yang tersedia, tentukan yang benar, menegakkan kepatuhan, dan menggunakan item dengan benar. Validasi kesesuaian diperlukan.Dalam kemampuan proses pertimbangan sebuah standard teknik yang baik, dengan sendirinya, tidak selalu berarti bahwa semua produk yang dijual dengan standard teknik yang benar-benar memenuhi target yang terdaftar dan toleransi. Realisasi produksi dari berbagai bahan, produk, atau layanan yang melekat dengan melibatkan variasi output. Dengan distribusi normal, proses produksi dapat meluas melewati plus dan minus tiga standar deviasi dari rata-rata proses. Kemampuan proses bahan dan produk harus kompatibel dengan toleransi teknik tertentu. Adanya proses kontrol dan sistem manajemen mutu efektif, seperti Total Quality Management, kebutuhan untuk menjaga produksi aktual dalam toleransi yang diinginkan. Berikut di bawah ini standar-standar yang di gunakan dalam industry yaitu:
1.ASME ( American Society of Mechanical Engineer )
            Memiliki satu standar global menjadi semakin penting sebagai perusahaan
menggabungkan melintasi batas internasional, dibantu oleh perjanjian perdagangan regional
seperti North American Free Trade Agreement (NAFTA) dan yang ditetapkan
olehUniEropa(UE),yang telah memfasilitasi merger internasional melalui penurunan tarif pada impor.Perusahaan yang terlibat dalam konsolidasi ini digunakan untuk menjual hanya satu pasar,sekarang menemukan diri mereka jual ke pasar global.
Di bawah ini adalah Overview dari Code dan Standard ASME yang biasa di pakai oleh para Engineer untuk mendesign di pabrik baik itu oil & gas atau pulp & paper atau chemical plant atau apalah yang menggunakan code dan Standard ASME.
ASME / ANSI B16 - Standar Pipes and Fittings
Yang ASME B16 Standar mencakup pipa dan alat kelengkapan dalam besi cor, perunggu, tembaga dan besi tempa The ASME - American Society of Mechanical Engineers - ASME / ANSI B16 Standar mencakup pipa dan alat kelengkapan dalam besi cor, perunggu, tembaga dan baja tempa.

ASME / ANSI B16.1 - 1998 - Cast Iron Pipe Fittings flensa dan flens
Standar ini untuk Kelas 25, 125, dan 250 Cast Iron Pipe Fittings flensa dan flens meliputi:
(a) tekanan-suhu peringkat,
(b) ukuran dan metode mengurangi bukaan menunjuk fitting,
(c) tanda,
(d) persyaratan minimum untuk bahan,
(e) dimensi dan toleransi,
(f) baut, mur, dan paking dimensi dan
(g) tes.

ASME / ANSI B16.3 - 1998 - Besi lunak Threaded Fittings
            Standar ini threaded fitting besi lunak Kelas 150, dan 300 menyediakan persyaratan sebagai berikut:
(a)tekanan-suhu pemberianperingkat
(b)ukuran dan metode mengurangi bukaan menunjuk fitting
(c)menandai
(d)bahan
(e)dimensi dan toleransi
(f)threading
(g)lapisan

ASME / ANSI B16.4 - 1998 - Cast Iron Fittings Threaded
            Standar ini threaded fitting besi abu-abu, Kelas 125 dan 250 meliputi:
(a) tekanan-suhu pemberian peringkat
(b) ukuran dan metode mengurangi bukaan menunjuk fitting
(c) menandai
(d) bahan
(e) dimensi dan toleransi
(f) threading, dan
(g) lapisan

ASME / ANSI B16.5 - 1996 - Pipa flensa dan flens Fittings
            The ASME B16.5 - 1996 Pipa flensa dan Flange Fittings meliputi standar tekanan-suhu peringkat, bahan, dimensi, toleransi, tanda, pengujian, dan metode untuk menunjuk bukaan flens pipa flensa dan fiting.
Termasuk standar flensa dengan sebutan kelas rating 150, 300, 400, 600, 900, 1500, dan 2500 dalam ukuran NPS 1 / 2 melalui NPS 24, dengan baik persyaratan yang diberikan dalam satuan metrik dan AS. Standar ini terbatas pada flens flensa dan fiting terbuat dari bahan dituang atau ditempa, dan buta flensa dan mengurangi tertentu flensa terbuat dari cast, dipalsukan, atau bahan piring. Juga termasuk dalam Standar ini adalah persyaratan dan rekomendasi mengenai lari mengarah, mengarah gasket, dan mengarah sendi.
2.ANSI ( American National Standard Institute )
Sebagai suara standar AS dan sistem penilaian kesesuaian, American National Standards Institute (ANSI) memberdayakan anggotanya dan konstituen untuk memperkuat posisi pasar AS dalam ekonomi global sambil membantu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan konsumen dan perlindungan dari lingkungan.
Ada banyak peralatan proteksi yang ada pada bay penghantar maupun bay trafo. Masing -masing peralatan proteksi tersebut dalam rangkaian satu garis digambarkan dalam bentuk lambang / kode.  Berikut adalah Kode da lambang rele Proteksi berdasarkan standar ANSI C37-2 dan IEC 60617:
Nama Relay
Kode ANSI
Lambang IEC
Over Speed Relay
12
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang1.png?w=600
Under Speed Relay
14
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang2.png?w=600
Distance Relay
21
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang3.png?w=600
Over Temperature Relay
26
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang4.png?w=600
Under Voltage Relay
27
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang5.png?w=600
Over voltage Relay
59
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang6.png?w=600
Directional Overpower Relay
32
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang7.png?w=600
Negative Sequence Relay
46
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang8.png?w=600
Negative Sequence Voltage Relay
47
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang9.png?w=600
Thermal Relay
49
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang10.png?w=600
Instantaneous Overcurrent Relay
50
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang11.png?w=600
Inverse TimeOvercurrent Relay
51
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang12.png?w=600
Inverse Time Earth Fault Overcurrent Relay
50G
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang13.png?w=600
Definite Time Earth Fault Overcurrent Relay
51N
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang14.png?w=600
Voltage Restrained/controlled Overcurrent Relay
51V
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang15.png?w=600
Power Factor Relay
55
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang16.png?w=600
Neutral Point Displacement relay
59
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang17.png?w=600
Earth fault Relay
64
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang18.png?w=600
Directional Overcurrent Relay
67
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang19.png?w=600
Directional EarthFault Relay
67N
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang20.png?w=600
Phase Angle Relay
78
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang21.png?w=600
Autoreclose Relay
79
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang22.png?w=600
Underfrequency Relay
81U
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang23.png?w=600
Overfrequency relay
81O
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang24.png?w=600
Differential Relay
87
http://budi54n.files.wordpress.com/2011/01/010311_0523_kodelambang25.png?w=600
3.ASTM(AmericanSocietyforTestingandMaterial)
            ASTM International, sebelumnya dikenal sebagai American Society untuk Pengujian dan Material (ASTM), adalah pemimpin global yang diakui dalam pengembangan dan pengiriman standar internasional konsensus sukarela. ASTM Internasional merupakan organisasi internasional sukarela yang mengembangkan standardisasi teknik untuk material, produk, sistem dan jasa. ASTM Internasional yang berpusat di Amerika Serikat.
ASTM merupakan singkatan dari American Society for Testing and Material, dibentuk pertama kali pada tahun 1898 oleh sekelompok insinyur dan ilmuwan untuk mengatasi bahan baku besi pada rel kereta api yang selalu bermasalah. Sekarang ini, ASTM mempunyai lebih dari 12.000 buah standar. Standar ASTM banyak digunakan pada negara-negara maju maupun berkembang dalam penelitian akademisi maupun industri.
Pada evaluasi atau pengukuran suatu besaran, terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan dengan benar supaya hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Prosedur – prosedur itu sendiri akan mengikuti salah satu standar baku yang ditetapkan oleh suatu badan atau otoritas tertentu, misalnya ASTM (American Society for Testing and Materials), JIS (Japan Industrial Standards), BS (British Standard),  DIN (Jerman), atau SNI (Standar Nasional Indonesia).
Pada analisis batubara termasuk sampling di dalamnya, standar yang umumnya digunakan adalah ASTM. Silakan unduh di sini untuk mendapatkan file-nya.
Dokumen – dokumen yang terdapat dalam file tersebut adalah:
  1. D121: Standard Terminology of Coal and Coke.
  2. D167: Standard Test Method for Apparent and True Specific Gravity and Porosity of  Lump Coke.
  3. D197: Standard Test Method for Sampling and Fineness Test of Pulverized Coal.
  4. D291: Standard Test Method for Cubic Foot Weight of Crushed Bituminous Coal.
  5. D293: Standard Test Method for the Sieve Analysis of Coke.
  6. D346: Standard Practice for Collection and Preparation of Coke Samples for Laboratory Analysis.
  7. D388: Standard Classification of Coals by Rank.
  8. D409: Standard Test Method for Grindability of Coal by the Hardgrove-Machine Method.
  9. D440: Standard Test Method of Drop Shatter Test for Coal.
  10. D441: Standard Test Method of Tumbler Test for Coal.
  11. D720: Standard Test Method for Free-Swelling Index of Coal.
  12. D1412: Standard Test Method for Equilibrium Moisture of Coal at 96 to 97 Percent Relative Humidity and 30 deg Celcius.
  13. D1756: Standard Test Method for Determination as Carbon Dioxide of Carbonate Carbon in Coal.
  14. D1757: Standard Test Method for Sulfate Sulfur in Ash from Coal and Coke.
  15. D1857: Standard Test Method for Fusibility of Coal and Coke Ash.
  16. D2013: Standard Practice for Preparing Coal Samples for Analysis.
  17. D2014: Standard Test Method for Expansion or Contraction of Coal by the Sole-Heated Oven.
  18. D2234/D2234M: Standard Practice for Collection of a Gross Sample of Coal.
  19. D2361: Standard Test Method for Chlorine in Coal.
  20. D2492: Standard Test Method for Forms of Sulfur in Coal.
  21. D2639: Standard Test Method for Plastic Properties of Coal by the Constant-Torque Gieseler Plastometer.
  22. D2797: Standard Practice for Preparing Coal Samples for Microscopical Analysis by Reflected Light.
  23. D2798: Standard Test Method for Microscopical Determination of the Reflectance of Vitrinite in a Polished Specimen of Coal.
  24. D2799: Standard Test Method for Microscopical Determination of Volume Percent of Physical Components of Coal.
  25. D2961: Standard Test Method for Single-Stage Total Moisture Less than 15% in Coal Reduced to 2.36mm.
  26. D3038: Standard Test Method for Drop Shatter Test for Coke.
  27. D3172: Standard Practice for Proximate Analysis of Coal and Coke.
  28. D3173: Standard Test Method for Moisture in the Analysis Sample of Coal and Coke.
  29. D3174: Standard Test Method for Ash in the Analysis Sample of Coal and Coke from Coal.
  30. D3175: Standard Test Method for Volatile Matter in the Analysis Sample of Coal and Coke.
  31. D3176: Standard Practice for Ultimate Analysis of Coal and Coke.
  32. D3177: Standard Test Method for Total Sulfur in the Analysis Sample of Coal and Coke.
  33. D3178: Standard Test Method for Carbon and Hydrogen in the Analysis Sample of Coal and Coke.
  34. D3179: Standard Test Method for Nitrogen in the Analysis Sample of Coal and Coke.
  35. D3180: Standard Practice for Calculating Coal and Coke Analyses from As-Determined to Different Basis.
  36. D3302: Standard Test Method for Total Moisture in Coal.
  37. D3402: Standard Test Method for Tumbler Test for Coke.
  38. D3682: Standard Test Method for Major and Minor Elements in Combustion Residues from Coal Utilization Processes.
  39. D3683: Standard Test Method for Trace Elements in Coal and Coke Ash by Atomic Absorption.
  40. D3684: Standard Test Method for Total Mercury in Coal by the Oxygen Bomb Combustion/Atomic Absorption Method.
  41. D3761:Standard Test Method for Total Fluorine in Coal by the Oxygen Bomb Combustion/Ion Selective Electrode Method.
  42. D3997: Standard Practice for Preparing Coke Samples for Microscopical Analysis by Reflected Light.
  43. D4182: Standard Practice for Evaluation of Laboratories Using ASTM Procedures in the Sampling and Analysis of Coal and Coke.
  44. D4208: Standard Test Method for Total Chlorine in Coal by the Oxygen Bomb Combustion/Ion Selective Electrode Method.
  45. D4239: Standard Test Methods for Sulfur in the Analysis Sample of Coal and Coke Using High-Temperature Tube Furnace Combustion Method.
  46. D4326: Standard Test Method for Major and Minor Elements in Coal and Coke Ash by X-Ray Fluorescence.
  47. D4371: Standard Test Method for Determining the Washability Characteristics of Coal.
  48. D4596: Standard Practice for Collection of Channel Samples of Coal in a Mine.
  49. D4606: Standard Test Method for Determination of Arsenic and Selenium in Coal by the Hydride Generation/Atomic Absorption Method.
  50. D4621: Standard Guide for Quality Management in an Organization That Samples or Tests Coal and Coke.
  51. D4702: Standard Guide for Inspecting Crosscut, Sweep-Arm, and Auger Mechanical Coal-Sampling Systems for Conformance with Current ASTM Standards.
  52. D4749: Standards Test Method for Performing the Sieve Analysis of Coal and Designating Coal Size.
  53. D4915: Standard Guide for Manual Sampling of Coal from Tops of Railroad Cars.
  54. D5016: Standard Test Method for Sulfur in Ash from Coal, Coke, and Residues from Coal Combustion Using High-Temperature Tube Furnace Combustion Method with Infrared Absorption.
  55. D5061: Standard Test Method for Microscopical Determination of Volume Percent of Textural Components in Metallurgical Coke.
  56. D5114: Standard Test Method for Laboratory Froth Floatation of Coal in a Mechanical Cell.
  57. D5142: Standard Test Method for Proximate Analysis of the Analysis Sample of Coal and Coke by Instrumental Procedures.
  58. D5192: Standard Practice for Collection of Coal Samples from Core.
  59. D5263: Standard Test Method for Determining the Relative Degree of Oxidation in Bituminous Coal by Alkali Extraction.
  60. D5341: Standard Test Method for Measuring Coke Reactivity Index (CRI) and Coke Strength After Reaction (CSR).
  61. D5373: Standard Test Methods for Instrumental Determination of Carbon, Hydrogen, and Nitrogen in Laboratory Samples of Coal and Coke.
  62. D5515: Standard Test Method for Determination of the Swelling Properties of Bituminous Coal Using a Dilatometer.
  63. D5671: Standard Practice for Polishing and Etching Coal Samples for Microscopical Analysis by Reflected Light.
  64. D5865: Standard Test Method for Gross Calorific Value of Coal and Coke.
  65. D5987: Standard Test Method for Total Fluorine in Coal and Coke by Pyrohydrolytic Extraction and Ion Selective Electrode or Ion Chromatograph Methods.
  66. D6315: Standard Practice for Manual Sampling of Coal from Tops of Barges.
  67. D6316: Standard Test Method for Determination of Total, Combustible and Carbonate Carbon in Solid Residues from Coal and Coke.
  68. D6347/D6347M: Standard Test Method for Determination of Bulk Density of Coal Using Nuclear Backscatter Depth Density Methods.
  69. D6349: Standard Test Method for Determination of Major and Minor Elements in Coal, Coke, and Solid Residues from Combustion of Coal and Coke by Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectrometry.
  70. D6357: Standard Test Method for Determination of Trace Elements in Coal, Coke, and Combustion Residues from Coal Utilization Processes by Inductively Coupled Plasma Atomic Emission Spectrometry, Inductively Coupled Plasma Atomic Mass Spectrometry, and Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrometry.
  71. D6414: Standard Test Method for Total Mercury in Coal and Coal Combustion Residues by Acid Extraction or Wet Oxidation/Cold Vapor Atomic Absorption.
  72. D6518: Standard Practice for Bias Testing a Mechanical Coal Sampling System.
  73. D6542: Standard Practice for Tonnage Calculation of Coal in a Stockpile.
  74. D6543: Standard Guide to the Evaluation of Measurements Made by On-Line Coal Analyzers.
  75. D6609: Standard Guide for Part-Streaming Sampling of Coal.
  76. D6610: Standard Practice for Manually Sampling Coal from Surfaces of a Stockpile.
  77. D6721: Standard Test Method for Determination of Chlorine in Coal by Oxidative Hydrolysis Microcoulometry.
  78. D6722: Standard Testing Method for Total Mercury in Coal and Coal Combustion Residues by Direct Combustion Analysis.
  79. D6796: Standard Practice for Production of Coal, Coke, and Coal Combustion Samples for Interlaboratory Studies.
  80. D6883: Standard Practice for Manual Sampling of Stationary Coal from Railroad Cars, Barges, Trucks, or Stockpiles.
4.API ( American Petroleum Institute )
API adalah standard yang dibikin oleh American Petroleum Institute untuk memberikan ranking bagi viskositas dan kandungan oli yang berlaku. Ijin oli dari berbagai perusahaan yang berbeda dibandingkan dalam rangka menciptakan standard bobot viskositas. Juga ijin oli dari berbagai perusahaan berbeda dibandingkan dalam rangka menciptakan standard formulasi isi kandungan oli ( terutama untuk meyakinkan isi kandungan oli sesuai dengan aturan system control polusi yang dikeluarkan pemerintah, seperti katalitik converter, tetapi standard ini lebih mengacu pada oli untuk mesin mobil daripada untuk mesin motor.
Standar API dipengaruhi oleh mandat pemerintah ( seperti control terhadap polusi ), jadi oli yang memenuhi standard rating lebih baru/tinggi bukan berarti performanya lebih baik ( atau bahkan sama ) dengan oli dengan rating yang lebih tua, ini bergantung pada tipe mesin motor anda. Standar API dibuat untuk mesin mobil, bukan mesin motor.
yang ini udah usang, juarang banged ada lagi di pasaran. Sebaiknya Jangan digunakan untuk sepeda        motor.
Secara teknik usang, tetapi masih banyak digunakan untuk oli sepeda motor. Termasuk Satria  motor        semplakan            dan      kesayangan      kita      semua.Masih banyak oli sepeda motor yang memenuhi syarat untuk masuk ke dalam ranking SF/SG ( seperti yang ditawarkan Castrol, Mobil, Top one, dll ) dan banyak juga sepeda motor yang menggunakan spesifikasi oli ranking ini, seperti Yamaha Vega (Yamalube 4 API Service SF, SAE20w-40).

SH
Oli dengan spesifikasi ini digunakan oleh beberapa pabrikan sepeda motor, dan masih banyak oli di pasaran dengan spesifikasi ini. Jangan gunakan oli spesifikasi ini jika sepeda motor anda direkomendasikan untuk menggunakan ranking API yang lebih tinggi semisal SJ/ SL/SM.

SJ/ SL/ SM
Secara sepintas, Standar API semakin tinggi, semakin tinggi juga nilai teknis oli tersebut. Tapi bukan berarti semakin "bagus" untuk motor atau mobil. Performa oli yang lebih tinggi seperti oli dengan API SJ sampai SM akan mengandung perubahan dalam level gesekan. Ketika gesekan berkurang akan meningkatkan efisiensi bahan bakar, ini tidak kompatibel dengan kopling basah yang diaplikasikan pada motor. Pengurangan gesekan akan menyebabkan kopling basah menjadi selip. Jadinya susah menetralkan presneleng atau gigi. Atau terkadang gigi pindah dengan sendirinya. Maka benar apabila pabrikan motor merekomendasikan hanya oli mesin dengan kategori API SF atau SG. 
API merekomendasikan untuk selalu mengikuti rekomendasi pabrikan pembuat sepeda motor. Gunakan API SJ/SL dan SM hanya jika pabrikan sepeda motor merekomendasikannya untuk digunakan pada mesin sepeda motor buatannya. Maka lebih baiknya gunakan sesuai rekomendasi dari pabrik. Untuk satria FU sesuai buku Pedoman dan Pemakaiannya direkomendasikan menggunakan Oli Mesin SF atau SG. Sebenarnya tidak salah juga sih menggunakan oli yang standar tinggi asalkan oli tersebut peruntukannya memang untuk Sepeda motor dan mempunyai standar untuk motor yaitu JASO.
5.IIW ( International Institute Matrix )
Telah dikembangkan Sistem Pengenalan Cacat pada Pengelasan Metal  berbasis Ciri  Tekstur Gray Level Co-occurrence Matrix. Pada penelitian ini digunakan  film Sinar-X standar IIW (International Institute of Welding) hasil proses radiografi beberapa  buah pengelasan metal.  Tahap pertama adalah mendigitalisasi  film sinar-X, hal ini dilakukan  dengan menggunakan kamera digital pada alat interpreter film sinar-X.  Selanjutnya adalah ekstraksi ciri  tekstur, yaitu  dengan membentuk matriks  co-occurrence, kemudian dilakukan perhitungan  empat buah  ciri  tekstur berupa  nilai angular second moment, correlation, inverse difference moment dan entropy pada satu jarak piksel dan empat arah piksel. Sebagai pengklasifikasi jenis cacat digunakan  Probabilistic Neural Network.  Keluaran sistem pengenalan akan dikelompokkan menjadi 8 kelas, yaitu: kelas 1 (normal /tanpa cacat), kelas 2 (distributed porosity), kelas 3 (incomplete penetration), kelas 4 (burn through), kelas 5 ( cluster porosity), kelas 6 (excessive cap), kelas 7 (excessive penetration) dan kelas 8 ( incomplete fussion). Pada eksperimen ini telah dilakukan pula, pengujian sistem pengenalan pada tiga metode pemilihan data pelatihan dan pengujian yaitu random, semi random dan pilih.  Hasil akurasi pengenalan rata-rata terbaik pada semua kelas untuk citra yang belum diketahui jenis cacatnya mencapai nilai maksimum 99,54 % untuk perbandingan data pelatihan dan data pengujian.
Radiografi adalah metode pengujian tak merusak yang menggunakan penestrasi
dan ionisasi untuk mendeteksi kerusakan internal dengan sensitivitas tinggi berupa
diskontinuitas beberapa milimeter dari sebuah sambungan dengan prinsip kelurusan
sinar datang.  Metode radiografi umumnya digunakan pada industri petrolium, petro
kimia, nuklir dan pembangkit tenaga untuk menginspeksi kualitas sambungan
pengelasan (welding) dan cetakan (casting).  Penggunaan spesial metode ini juga pada
industri peralatan perang untuk menginspeksi alat peladak, alat perang dan rudal. 
Radiografi juga memainkan peranan penting dalam penjaminan kualitas  (Quality
Assurance) pada komponen yang memerlukan kesesuain dengan suatu standar,
spesifikasi dan kode perancangan [1].
Salah satu aplikasi teknik radiografi adalah pengujian tak merusak pada welding
(pengelasan) sambungan metal untuk mengetahui kualitas  pengelasan tersebut. 
Terdapat beberapa jenis cacat pengelasan dengan penyebab yang berbeda-beda pula. 
Setiap negara mempunyai standar sendiri untuk menentukan jenis dan tingkat
keamanan cacat tersebut.  Beberapa istila h cacat pengelasan diantaranya adalah
distributed porosity, cluster porosity, linear porosity, worm hole, continous undercut,
linear slag, incomplete penetration, inclusion, cracks, lack of penetration, lack of
fusion, longitudinal crack , dan lain sebagainya. Pada penelitian ini digunakan standar
untuk  negara Inggris  yaitu  IIW (International Institute of Welding).  Pada standar
tersebut jenis cacat  dikelompokkan  berdasarkan 5 tingkat keamanan, tingkat
keamanan paling rendah (tidak ada cacat atau cacat masih aman digunakan) sampai
cacat yang paling parah. 
Proses interpreter sinar-X pada cacat pengelasan  dengan menggunakan
teknologi komputer  merupakan tahapan untuk menuju proses otomatiasi pengenalan
cacat pengelasan. Kegunaan otomatisasi proses analisis radiografi digital adalah untuk
mereduksi waktu analisis dan mengeliminasi aspek subyektivitas dalam menganalisis
yang dilakukan oleh seorang inspektor.  Cara ini mampu meningkatkan reliabilitas
dalam penginspeksian karena dilakukan oleh program komputer.  Otomatisasi analisis
radiografi terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: digitalisasi film radiografi, pemrosesan
citra digital, ekstraksi ciri dan pengenalan cacat dengan menggunakan alat pengenalan pola.
6.ISO ( International Standard Organitation )
            Organisasi Internasional untuk Standardisasi (bahasa Inggris: International Organization for Standardization disingkat ISO atau Iso) adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standardisasi nasional setiap negara. Pada awalnya, singkatan dari nama lembaga tersebut adalah IOS, bukan ISO. Tetapi sekarang lebih sering memakai singkatan ISO, karena dalam bahasa yunani isos berarti sama (equal). Penggunaan ini dapat dilihat pada kata isometrik atau isonomi. Didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional untuk apa saja. Standar yang sudah kita kenal antara lain standar jenis film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu ATM Bank, ukuran dan ketebalan kertas dan lainnya. Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil anggotanya dari 130 negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan Kelompok Kerja (WG).
Meski ISO adalah organisasi nonpemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan organisasi non-pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar.
ISO bekerja sama dengan Komisi Elektroteknik Internasional (IEC) yang bertanggung jawab terhadap standardisasi peralatan elektronik.
Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk:
  • Meningkatkan citra perusahaan
  • Meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan
  • Meningkatkan efisiensi kegiatan
  • Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act)
  • Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal pengelolaan lingkungan
  • Mengurangi risiko usaha
  • Meningkatkan daya saing
  • Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak yang berkepentingan
  • Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal
ISO 9000
ISO 9000 adalah kumpulan standar untuk sistem manajemen mutu (SMM). ISO 9000 yang dirumuskan oleh TC 176 ISO, yaitu organisasi internasional di bidang standarisasi.
ISO 9000 mencakup standar-standar di bawah ini:
·                     ISO 9000 – Quality Management Systems – Fundamentals and Vocabulary: mencakup dasar-dasar sistem manajemen kualitas dan spesifikasi terminologi dari Sistem Manajemen Mutu (SMM).
·                     ISO 9001 – Quality Management Systems – Requirements: ditujukan untuk digunakan di organisasi manapun yang merancang, membangun, memproduksi, memasang dan/atau melayani produk apapun atau memberikan bentuk jasa apapun. Standar ini memberikan daftar persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah organisasi apabila mereka hendak memperoleh kepuasan pelanggan sebagai hasil dari barang dan jasa yang secara konsisten memenuhi permintaan pelanggan tersebut. Implementasi standar ini adalah satu-satunya yang bisa diberikan sertifikasi oleh pihak ketiga.
ISO9004 –Quality Management Systems – Guidelines for Performance Improvements: mencakup perihal perbaikan sistem yang terus-menerus. Bagian ini memberikan masukan tentang apa yang bisa dilakukan untuk mengembangkan sistem yang telah terbentuk lama. Standar ini tidaklah ditujukan sebagai panduan untuk implementasi, hanya memberikan masukan saja.
ISO4217 adalah standar internasional yang ditetapkan oleh International Organization for Standardization atau ISO yang berisi kode tiga huruf (juga disebut dengan kode mata uang) yang mendefinisikan nama mata uang. Daftar kode ISO 4217 dipakai oleh perbankan danbisnis di seluruh dunia untuk mendefinisikan mata uang. Di beberapa negara, kode-kode mata uang tersebut sudah dikenal luas sehingga nilai kurs yang diumumkan di surat kabardan bank menggunakan kode-kode ini dibandingkan nama mata uang yang telah diterjemahkan atau simbol mata uang lainnya.
ISO 3166-2
ISO 3166-2 adalah bagian kedua dari standar ISO 3166. Ini adalah sistem kode geografi yang diciptakan untuk mengkode nama sub-bagian dari negara. (Wilayah sub-nasional danarea-bergantung). Tujuan dari standar ini adalah untuk mengadakan seri singkatan nama tempat sedunia, digunakan untuk label paket, wadah, dll; di mana kode alphanumerik dapat memberitahu lokasi suatu tempat dengan lebih praktis dan tempat yang mempunyai nama sama dari nama lengkapnya. Ada 3700 kode berbeda dalam standar ini.
7.WPS ( Welding Prosedure Spesification )
WPS adalah standar pengelasan tertulis berisikan guideline/ pedoman bagi welder. Dokumen Persyaratan Code lain dpt pula disediakan untuk menyediakan arahan dalam pekerjaan pengelasan. Standar & Code per disiplin:
  1. tructural (US : AWS D1.1, Europe : EEMUA 158)
  2. Piping (ASME/ANSI Section IX)
  3. Pipeline (API 1104)
  4. client requirement
WPS yg baik selalu didukung pula dgn PQR (Procedure Qualification Record). PQR adl dokumen data pengelasan pada sample pengujian dimana tdp hasil tes. Pada umumnya parameter2 aktual yg digunakan akan lbh sedikit saat dilakukannya proses pengelasan lapangan. PQR yg baik akan memberikan parameter penting termasuk parameter tambahan yg dipersyaratkan pada proses pengelasan. Sedangkan variable/parameter lainnya dapat pula digunakan sbg pilihan. Salah satu contoh variabel penting adl kuat tarik dari kawat las sedang yg variabel lain spt pembersihan metal dgn sikat/brush.
Faktor2 penting yg ada dlm prosedur pengelasan (Welding procedure):
  1. Jenis Join/sambungan
  2. Jenis logam dasar
  3. Logam pengisi
  4. Elektroda/fluks
  5. Panas
  6. Posisi
Contoh suatu kawat las dgn kelas E 7016; berarti 70 ksi, angka 1 berarti untuk semua posisi pengelasan, angka 6 berarti kadar hidrogen rendah. Perlu diingat bahwa setiap WPS yg tlh dibuat akan mengacu pada standar klien dmn diterapkan di lapangan sebagaimana pada tes las yg tlh dilakukan. Pada kasus tertentu, prosedur ini dpt digunakan pd tmpt lain selama kontraktor dpt menunjukkan sistem akan sama. Berikut adalah jenis2 pengelasan:
  1. SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
  2. SAW (Submerged Arc Welding)
  3. GMAW (Gas Metal Arc Welding)
  4. FCAW (Flux Cored Arc Welding)
  5. GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)
8.AWS ( Alliance for Water Stewardship )
Ini spesifikasi dijelaskan untuk batang kawat per JIS G 3503 atau Standar AWS digunakan untuk kawat inti elektroda baja ringan untuk busur pengelasan baja struktural dan dilapisi tembaga CO 2
Product range
:
5.5, 6.0, & 6.5 mm (or any other agreed diameter) tolerance ± 0.30 mm of diameter
Type of cooling
:
Retarded / Stelmor type of cooling
Coil weight
:
1550 kg approximately
Coil dimensions
:
ID : 850 mm; OD : 1250 mm
 
Company Standard as per JIS G 3503 or AWS
 
Grade
JIS G 3503 
% C
Max
% Mn
% P
Max
% S
Max
% Si
Max
% Cu
Max
Mechanical
Properties
Typical End Use
SWRY11
0.09
0.35/0.65
0.020
0.023
0.03
0.20
UTS-430 N/mm2 MAX
%EL = 30 MIN
Stick electrodes
  CO2 Gas Welding Rod for MIG/TIG Wire
Grade Equivalent to
% C
% Mn
% P
Max
% S
Max
% Si
% Cu
Max
UTS Max
(N/mm2)
RA
Min %
ER-70-S4
0.040/0.10
1.00/1.35
0.025
0.025
0.50/0.70
0.10
520
80
ER-70-S6
0.040/0.10
1.00/1.70
0.025
0.025
0.85/1.05
0.10 (SG2)
550
75
EM 12K
0.060/0.12
0.80/1.20
0.025
0.025
0.05/0.35
0.15 (S2)
600
65
EM 12
0.06/0.12
0.8/1.20
0.025
0.025
0.05/0.1
0.15
550
65